Dulu temanku bukan hanya layang layang, sungai, sawah, jangkrik, holahop, dan segala piranti yang mengelilingi masa kebocahanku. Ada satu lagi, sahabat imajiner. Kadang kubayangkan berteman baik dengan Tarzan, Hiyawata, Asterix Obelix, Gatotkaca, dan sederet nama tokoh hero lainnya.

Sesekali aku berimajinasi tentang diriku sendiri. Entah menjadi robot, entah menjadi manusia biasa yang hebat. Dari banyak sifat sifat yang hebat itu, aku memimpikan dua hal, terbang dan menghilang. Sepertinya ini menjadi impian hampir semua bocah di dunia.

Saat beranjak remaja, aku memiliki imajinasi yang juga berbeda. Ya, aku pernah punya impian hidup sebagai seorang transmigran. Sepertinya menyenangkan, punya lahan sendiri dan melewati waktu dengan mencumbui lahan itu hingga melahirkan banyak cinta.

Sebenarnya bukan hanya itu. Aku kaya imajinasi. Ingin begini dan begitu. Ketika besar, aku mulai memetik satu persatu kuncup imajinasi yang terpelihara manis. Kadang aku berpikir, apakah aku hidup di atas percikan imajinasiku sendiri? Tapi itulah yang terjadi.

Hari ini aku disadarkan oleh sesuatu. Dibanding ketika aku bocah dulu, sekarang aku miskin imajinasi. Dan untuk menyegarkan kembali imajinasi ini, aku butuh sesekali kembali ke masa kecil. Ya, begitu seharusnya.

Bacalah tulisan yang kering ini, maka kau akan mengerti bahwa aku memang sedang butuh mengasah kembali ruang imajinasi..