Meronalah bersama angin yang mendansaimu

Ya Bunga, meronalah, karena aku rindu melihatmu merona.

Sebenarnya, apa yang bisa membuatmu merona? Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus membuat seribu candi dalam sehari semalam sebelum ayam jantan berkokok? Itukah? Ah, andai aku bisa tentu akan aku lakukan. Dan semua itu hanya untuk melihat pipimu merona. Hanya untuk beberapa detiiiiik saja.

Ya aku tahu, tak mungkin aku menjadi yang pertama di hatimu, karena itu hanya milik Sang Pencipta. Menjadi yang kedua pun tidak. Itu milik Kekasih Sang Pencipta. Tiga, empat dan seterusnya juga sudah ada yang mengisi. Aku hanya ingin memastikan bahwa aku ada di urutan yang seharusnya.

Ya benar, aku mencintai rona yang merona di pipimu. Dan pada akhirnya aku mengerti, bukan seribu candi yang engkau inginkan. Bunga, bukankah engkau hanya ingin aku mencintai apa yang ada dibalik rona yang merona itu?

Aku mencintaimu, maka akan kucintai juga apa apa yang engkau cintai.Tentu saja yang baik baik.

Adalah tugasku untuk menyinari rona di wajahmu. Dan akan aku lakukan apa yang memang harus aku lakukan, hingga pada saatnya nanti rona itu halal untuk kusentuh dengan ujung jemari tanganku.